Menumbuhkan Budaya Positif

Budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Memahami budaya positif erat kaitannya dengan memahami peran sekolah sebagai institusi pembentukan karakter. Ketika kita berbicara sekolah sebagai institusi pembentukan karakter. Mari kita ingat kembali makna pendidikan sendiri dari Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara.

Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagaiaan setinggi-tingginya sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Agar dapat menuntun kodrat anak, maka seorang guru penggerak harus memiliki nilai-nilai dan menjalankan perannya sebagai guru penggerak.



Seorang Guru Penggerak wajib memahami Filosofi KHD, kemudian mengetahui nilai -nilai dan peran guru penggerak, maka selanjutnya seorang guru penggerak harus memiliki sebuah visi guru penggerak, dengan cara pemetaan kekuatan pencapaian visi, dengan cara melakukan pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan model BAGJA. Inkuiri Apresiatif, dikenal dengan pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Pendekatan Inkuiri Apresiatif ini dimulai mengidentifikasi hal baik apa yang ada di sekolah, bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik lagi. Hal-hal ini dilakukan dengan menerapkan BAGJA yang terdiri dari buat pertanyaan, ambil pelajaran, gali impian, jabarkan rencana, dan atur eksekusi.

Selanjutnya, seorang guru penggerak harus menjadi inisiator dalam mewujudkan budaya positif disekolah yang berpihak pada murid. Budaya positif adalah kebiasaan yang harus dilakukan secara terus menerus agar menjadi karakter. Guru harus menyiapkan murid dimasa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi juga berdampak pada masyarakat. Karakter yang diharapkan adalah yang mengacu pada profil pelajar Pancasila yaitu pelajar Indonesia yang sepanjang hayatnya memiliki kompetensi global dan berprilaku sesuai nilai-nilai Pancasila yang terbangun utuh melalui ke-6 dimensi pembentuknya. Di SMPN 15 Kota Bima penerapan budaya positif sudah dilaksanakan. Misalnya program Imtaq, tahfiz dan tilawah, upacara bendera, menyanyikan lagu wajib nasional tiap rabu pagi, solat dzuhur berjamaah dan lain sebagainya.



Salah satu contoh penerapan budaya positif yang baru dilaksanakan adalah membuat kesepakatan kelas. Dalam Menyusun kesepakatan kelas ini guru bertanya kepada muri tentang kelas impian dan harapannya tentang kelas impian para murid. Hal ini dilakukan untuk mendorong motivasi intrinsik pada diri murid dalam pembentukan karakter positif. Tujuan pembentukan kesepakatan kelas ini adalah untuk Menumbuhkan karakter murid melalui budaya positifmenumbuhkan sikap tanggungjawab pada diri murid atas inspirasi ide dalam kesepakatan kelasMengembangkan inisiatif yang tinggi pada muridMenumbuhkan rasa saling menghargai diri sendiri dan orang lain.

Untuk mensukseskan kesepakatan kelas agar ditaati dengan kesadaran intrinsik, tentu dibutuhkan kerjasama dengan pihak terkait seperti Kepala sekolah, guru, tenaga TU dan orang tua.