Tukang Parkir

Asap mengalir keluar dari mulutnya, kemudian dia menghisap lagi rokoknya. Anak keduanya bermain di belakangnya. Umurnya baru tiga tahun. Seakan tak peduli, berulangkali ia menghembuskan asap rokoknya. Bahkan sesekali dia membentuk bulatan asap dari mulutnya. Di belakangnya lagi istrinya sedang sibuk membersihkan beras.

"Kamu terima saja, memang segitu rejekiku'". Ucapnya kasar.

"Masih mending aku kasih 50 ribu buat uang belanjamu, tuh lihat si Rian tetangga kita. Tahukah kau berapa yang dia kasih ke istrinya? Pandai-pandailah kau bersyukur". Tambahnya, sambil menyalakan rokok.

Dan ini adalah rokok kedua belas yang ia hisap hari ini dan sekaligus rokok terakhir dalam bungkusannya.

"Seandainya abang tidak merokok.". keluh istrinya dalam hati.

Tak berani ia utarakan, karna itu sama saja menyulut api pertengkaran. Luka di keningnya belum sembuh betul. Luka yang disebabkan oleh lemparan asbak. Ia masih ingat, sebelum asbak itu melayang. Ia meminta suaminya untuk mengurangi rokoknya. Cukup sebungkus saja sehari. Karna ia merasa suaminya terlalu membuang uang dengan merokok lebih dari sebungkus sehari. Tentu ini bukan permintaan yang berlebihan menurutnya. Tapi kayaknya dia salah waktu. Entah kenapa suaminya merespon dengan berlebihan. Biasanya dia hanya dibentak. Hingga tragedi asbak melayang itupun terjadi.

"Aku pergi kerja dulu. Ingat, aku tidak suka dituntut macam-macam. Terima saja apa yang kuberi. Memang segitulah rejeki kita". Ucapnya sambil berlalu.

Ia tahu rejeki suaminya bukan segitu. Karna suaminya adalah seorang tukang parkir. Suaminya bersama teman-temannya menjadi tukang parkir di sebuah gedung yang mewah. Gedung yang biasa dipakai oleh para pejabat dan orang-orang kaya untuk pesta pernikahan anak-anaknya. Sering juga dipakai untuk acara-acara penting. Bahkan beberapa kali dalam setahun dipakai sebagai tempat wisuda beberapa kampus di daerah ini.

Tarif parkirnya tak main-main. Bahkan lebih dari tiga kali tarif parkir resmi. Satu motor ia minta 5 ribu dan untuk mobil ia kenakan 10 ribu. Tak jarang suaminya, sering terlibat cekcok dengan pemilik motor ataupun mobil yang tak ikhlas membayar. Seringkali pula ia diancam dilaporkan. Tapi suaminya tak takut. Karna dia tahu laporan itu tak akan ditindaklanjuti. Setorannya pada bang Billy yang membuat ia yakin. Meski sering ia dengar orang bersungut-sungut tak rela.

Dalam sekali hajatan, suaminya dan kelompoknya bisa mengumpulkan sekitar dua juta. Jumlah yang fantastis. Ini juga yang menjadi alasan suaminya menolak panggilan sebagai kuli bangunan. Tak perlu capek seharian. Cukup mengatur motor, bahkan kadang-kadang tak perlu. Yang penting harus cukup gesit memperhatikan tamu yang datang, dan begitu mereka selesai memarkikan motornya langsung muncul di hadapannya dan meminta jasa parkir.

Meski suaminya mendapat jatah 3 ratus ribu dari hasil parkirnya dalam sehari, tetap saja jatah uang belanjanya tak bertambah. Tentu menurutnya itu kurang. Karna setelah dikurangi uang saku anak-anaknya dan berbelanja kebutuhan dapurnya, tetap saja ia tak bisa menabung. Ia butuh uang untuk membeli kipas angin. Anak-anaknya kadang tak bisa tidur nyenyak karna kegerahan. Udara semakin panas saja akhir-akhir ini.

Dia tahu suaminya adalah perokok berat. Menghabiskan dua bahkan tiga bungkus rokok sehari adalah kebiasaannya. Selain itu, suaminya sering juga memasang togel. Berulangkali dia menegur suaminya, namun berulangkali juga dia mendapat bentakan. Kalau sudah begitu, dia hanya memilih diam. Meluapkan emosinya dengan tangisan.

Seandainya dia bisa memilih. Dia lebih memilih suaminya bekerja sebagai guru honorer seperti tetangganya. Meski katanya hanya menerima gaji tiga bulan sekali, tapi kehidupan mereka begitu tentram dan bahagia. Setidaknya tak ada keluar sumpah serapah maupun bentakan seperti di rumahnya. Yang kadang-kadang membuat ia malu. Andai saja bisa. Ia menginginkan suaminya berhenti saja jadi tukang parkir. Dan bekerja apa saja yang penting tidak menyakiti hati orang.

"Mama Mitha... Mama Mitha...

Sayup-sayup dia mendengar orang-orang memanggil dirinya.

"Suamimu ada di rumah sakit. Tadi dia berkelahi dengan bang Billy. Dikeroyok oleh bang Billy dan anak buahnya. Kasihan sekali dia". Ucap Adi teman suaminya yang juga sesama tukang parkir.

Ia pingsan.