FILOSOFI PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI LANDASAN TRANSFORMASI PENDIDIKAN INDONESIA YANG BERPIHAK PADA ANAK

FILOSOFI PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI LANDASAN TRANSFORMASI PENDIDIKAN INDONESIA YANG BERPIHAK PADA ANAK

By. SRI MARYANI 

Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara menjelaskan tujuan pendidikan adalah“menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam konsep ini, pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Proses menuntun dapat dilakukan dengan menerapkan tri sentra pendidikan yaitu ingarso sangtulodo, ingmadya mangunkarso tut wuri handayani.

Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lain. Oleh sebab itu, guru dapat menuntun agar anak mampu mengelola dirinya untuk hidup bersama dengan orang lain (menjadi manusia dan anggota masyarakat). Disinilah perlunya budi . Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa budi pekerti adalah kemampuan kodrat manusia atau individu yang berhubungan dengan bagian biologis dan berperan dalam menentukan karakter seseorang.

Konsep kemerdekaan belajar anak dapat diterapkan  melalui pendidikan yang berpihak pada anak ( menghamba pada anak).  Artinya, pendidikan yang guru berikan berorientasi pada anak  dengan memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan.  Salah satu contohnya dengan bermain sambil belajar atau belajar sambal bermain. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa  “Permainan anak, itulah pendidikan”.  Kodrat anak adalah bermain sehingga pembelajaran bisa diintegraskan dengan pola permainan. 

Disamping itu, Pendidikan yang berpihak pada anak juga dapat dilakukan dengan memberikan ruang pada anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Karena sejatinya, setiap anak memiliki kodratnya sendiri. Mereka lahir dengan kodrat yang ada pada dirinya, mereka telah memiliki potensi. 

Anak bukan tabularasa maka pendidik harus memposisikan murid seperti sebuah kertas yang sudah memiliki sketsa yang harus ditebalkan sketsanya agar menjadi kuat membentuk sebuah gambar yang indah, bagus, bertujuan dan bermakna. Guru dapat menuntun anak agar dapat menggali potensi diri dan memotivasi anak serta mengembangkan rasa ingin tahunya. Murid seperti sebuah tanaman yang harus dirawat, dipupuk, dan dijaga sehingga harus tumbuh sesuai dengan kodratnya. 

Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani.  Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.

Pola pendidikan yang seperti ini dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan di era mendatang seperti kreativitas, inovatif, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, daya nalar yang tinggi, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim, serta berwawasan global sebagaimana karakter yang diharapkan dari pelajar yakni menjadi Pelajar yang berprofil Pancasila, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. 

Selain pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Pemikiran lain yang menjadi acuan dalam pendidikan yang memerdekakan adalah teori Montessori yang berprinsip pada pengembangan potensi anak yang menekankan pada kemandirian dan keaktifan anak dalam konsep pembelajaran merupakan factor yang sangat mendukung dalam transformasi pembelajaran yang berpihak pada anak dan mencapai tujuan pendidikan membentuk profil Pelajar Pancasila

Kesimpulan :

Filosofi KHD mengamanatkan tentang tugas pendidik adalah menuntun anak agar dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi tingginya, dan tujuan pendidikan dapat tercapai, memahami kodrat anak, dengan memberikan kemerdekaan yang sejalan dengan aturan yang ada di masyarakat, kemerdekaan dalam belajar dan menentukan pilihan hidupnya. Sehingga dalam proses belajar tersebut diharapkan terbentuk karakter yang sesuai dengan profil pelajar pancasila.3n1