Sahabat

Saat ini, saya berada di kelas 3 SMP, dan setiap harinya dihabiskan bersama dengan tiga sahabat akrab saya: Aris, Andri, dan Ana. Kami telah bersahabat sejak masa kecil kami.

Pada suatu waktu, kami membuat sebuah perjanjian persahabatan dengan menuliskannya di selembar kertas yang kami masukkan ke dalam sebuah botol, lalu mengubur botol itu di bawah pohon. Kesepakatan ini kami rencanakan untuk dibuka kembali saat kami menerima hasil ujian kelulusan.

Hari yang kami nantikan akhirnya tiba, ketika kami menerima hasil ujian, dan semua dari kami berempat berhasil lulus.

Tanpa ragu, kami berempat segera pergi ke bawah pohon tempat kami mengubur botol itu dan menggali untuk menemukan botol tersebut. Ketika kami membuka botol tersebut, isinya adalah pesan yang kami tulis dulu: “Kami berjanji untuk selalu bersama selamanya.”

Keesokan harinya, Aris merencanakan sebuah perayaan kelulusan yang spesial. Malamnya, kami berempat pergi ke suatu tempat, dan di sana, aku mengalami momen yang tak terlupakan karena Aris akhirnya mengungkapkan perasaannya kepadaku, dan kami berdua menjadi pasangan.

Hal yang sama terjadi dengan Andri dan Ana. Malam itu menjadi saat yang istimewa bagi kami berempat, dan kami bersiap untuk pulang.

Tetapi, dalam perjalanan pulang, aku merasa gelisah. Aku mencoba membagi perasaanku dengan yang lain, mengatakan bahwa aku merasa tidak enak.

Andri mencoba meyakinkanku, “Tenang saja, Ndi, tidak ada yang akan terjadi. Kita akan baik-baik saja.”

Namun, ketika kami melihat sebuah truk mendekati kami di jalan, Nindi melihat bahaya. Dia berteriak, “Aris, hati-hati! Di depan ada truk!”

Ketika itu, terjadilah kecelakaan. Mobil kami masuk ke dalam jurang. Aku tidak bisa menghentikan air mata yang terus mengalir, dan akhirnya aku kehilangan kesadaran.

Lalu, aku membuka mataku perlahan dan melihat ibuku berada di sampingku.

“Kamu sudah sadar, Nak?” tanya ibu dengan suara sedih.

Aku bertanya, “Di mana aku, Ibu? Di mana Ana, Andri, dan Aris?”

Ibu menjawab dengan suara terisak, “Kamu di rumah sakit, Nak. Sayangnya, Andri dan Aris tidak bisa diselamatkan di lokasi kecelakaan.”

Aku terdiam mendengar kabar itu, dan air mata tak henti-hentinya mengalir. Hatiku hancur saat aku berpikir tentang Aris.

“Aris, mengapa kamu meninggalkanku begitu cepat? Aku sangat mencintaimu, dan kamu pergi meninggalkanku,” pikirku dengan penuh kepedihan.

Dua hari kemudian, aku pergi ke makam mereka, berharap bahwa kita bisa bersama sampai tua. Tapi kini semua itu hanya menjadi kenangan. Aku berjanji untuk selalu mengenang mereka.