Tubuhnya bergetar, nanar
Air mata menggenang di permukaan
Dengan tatapan kosong, lurus ke depan
"Si bungsu yang malang," ujar seseorang
Rintik hujan turut menemani
Tetes semesta untuk manusia pribumi ini
Tak gentar, dia tetap teguh kuat
Meski duka terjerembab hebat
Menorehkan luka penuh sesak
Ia pun tergugu, tak berdaya
Bak ingin berderit, menjerit
Namun, justru hanya diam, bungkam
Seolah semua aksara tak mampu
Mendeskripsikan rasa yang sudah seperti debu
Rapuh, hingga sulit digenggam utuh
Ketika dua jiwa dan raga telah berpulang
Dan tak akan pernah kembali datang
By
Erlinda Septiawati