Ladang Mamak
Batang Gangsal akbar.
batu-batu sungai
beringin tua di pinggang Bukit Tiga Puluh membungkuk.
Matahari merah padam
dan sunyi mengiris
lantunan bambu-bambu hijau di halaman.
Kami diam dan merenung di rumah ini, langit-langit telah mengantarkan siang yang sendu.
Orang-orang kampung telah pergi jauh. Meninggalkan hikayat lama dan petuah mamak.
Sedang kami masih setia menandungkan syair ibu kepada anak cucu.
Gambus menyayat hari.
Hutan dan lahan di tepian anak sungai Gangsal, mulai kehilangan arti.
Air mata kami mendingin.
Pohon karet menipis (digerus tulang punggung sawit milik orang-orang kota)
dan tidak ada lagi jernang yang purna. Mati sebelum masak.
Ah, air hijau mengalir dari hulu: tempat moyang membuka peradaban, tak meninggalkan tanda-tanda.
Apakah perlu kami membuka ladang yang baru di kawasan-Mu?