”Lost In Translation”
Aku suka menulis. Namun, aku sangat membenci tulisanku sendiri.
Lalu, aku beralih menjadi tukang ambil gambar. Ternyata hasilnya pas-pasan. Karyaku yang paling apik hanya sebatas bayangan, patung, atau jempol kaki. Rata-rata, benda mati yang jadi keahlianku. Aku tak pintar mengolah rasa atau meladeni benda hidup. Aku sulit menerjemahkan romantisme pada mulut atau tingkahku. Tolong, terima aku apa adanya.
Apakah akan ada kemudahan? Pernikahan, mungkin?
Namun, katanya selepas anak pertama lahir, hidupmu akan berubah. Berarti mungkin, semenjak aku ada di dunia, ayahku akan berpikir dua kali untuk mabuk-mabukkan atau ibuku akan berpikir berkali-kali untuk berhenti berkarier. Tapi pada akhirnya, semua akan terjadi. Bahkan, telah terjadi.
Dunia kami berubah perlahan ketika aku sudah mulai berjalan, hingga sekarang aku menyelesaikan studiku.
Apakah akan ada kemudahan?
Aku selalu berkata, bahwa aku adalah pemberontak. Sejujurnya, aku tak pernah seliar itu. Aku suka menciptakan imaji yang menarik tiap kali aku berbicara pada orang yang kusukai, seakan-akan hidupku asyik dan menantang. Padahal, aku bukan siapa-siapa. Aku menyukainya, tapi selalu ada titik dimana aku merasa bahwa mungkin aku cukup untuk membuatnya tertarik atau sekedar tahu perasaanku. Aku seringkali pergi di tengah jalan dan membuat bingung semua orang.
Apakah akan ada kemudahan? Aku pikir aku masih punya harapan.
Carolina Astari