Paku Dalam Qalbu
Ingat kembali hari lalu
Pada sofa yang sudah terlihat busanya
Dia menumpukan bokongnya
Menghardik suasana yang suram
Nampaknya dia memang sedang tak enak hati
Ku lihat mulutnya komat-kamit
Bukan mantra yang di ucapnya
Samar ku dengar saat aku mendekat padanya dan aku di usirnya
Dia bilang “Hai nak, cepatlah pulang”
Sembari melihat tikungan jalan di depan rumah
Mungkin berharap sesuatu akan muncul dari tikungan itu
Merekahkan senyum menyapa, “Aku pulang yah”
Sedang aku tahu
Hingga batu mencairpun, anak yang di maksudnya tak akan pulang
Aku bersendu, memucat rona bibirku
Ingin ku katakana, “Masuklah yah, adik sudah tak mungkin kembali”
Tapi lagi, sebelum aku membuka bibir berkata, dia mengusirku